Sabtu, 01 Mei 2010

40 TAHUN IMAMAT


Jumat Legi, 23 April 2010, pukul 03.00 sudah harus bangun. Mata lengket tak bisa melek, tapi setelah mandi lumayan terbuka dikit. Dan jam 04.15 sudah dijemput Bu Audrey.

Itulah awal perjalanan terpanjang selama hidupku. Pukul 15.30 kami sampai di Gua Maria Kerep, Ambarawa. Dengan terbirit-birit kami setengah berlari menuju kamar mandi. Sudah kebelet! Setelah doa sepuasnya kami meluncur ke Jogya. Pukul 20.30 kami sampai hotel di Jl. Sangaji, tepat di depan Gereja Jetis.

Tidak bisa ditawar-menawar lagi, kami langsung mandi, karena badan sudah loyo dan pliket. Dan kami terlelap dalam kesejukan 18 derajat.


Pagi hari, dengan badan dan jiwa yang lebih segar, kami meluncur ke arah selatan, lurus dan mulus. Dan kami sampai Gereja Kristus Raja di Ganjuran. Kami menikmati semilirnya angin yang meniup di dalam gereja megah dan indah yang terbuka tanpa dinding itu. Doa kami terasa amat dekat dengan tujuannya.

Tidak membuang-buang banyak waktu, kami kembali on-the-road menuju Gua Maria Jatiningsih Klepu. Sudah berjanji untuk tidak rosario, maka kami sampai di Gereja Wedhi pada pk. 14.30 untuk menemui Romo Yuni dan menyerahkan slip pembatas buku sebagai kenang-kenangan 40 tahun imamat Romo FX. Wartadi, CM.

Di bawah suhu udara yang sangat panas, kami menyirami diri dengan air dingin yang bening di rumah Mas Ciput, di belakang kanan Gereja Wedhi. Terima kasih banyak Mas Ciput dan Mas Widodo.

Tepat pk. 16.00, prosesi masuk berjalan dari samping kanan Gereja. Tidak tanggung-tanggung, misa peringatan 40 tahun imamat Romo Wartadi dan Romo Abi itu dengan konselebrasi 7 orang Romo! Inilah puncak acara perjalanan panjang kami.


Setelah misa agung itu dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Acara demi acara mengalir serasi dan tanpa terasa pembawa acara memohon berkat penutup Romo. Sungguh luar biasa.Inti yang kami tangkap adalah Romo-romo itu sedang menabur benih panggilan (tepat pada hari panggilan). Semoga di kelak kemudian hari, dalam terang Roh Kudus, benih-benih itu bertunas dan tumbuh subur.

Setelah kami diberi tahu bahwa di Jogya sudah menunggu acara fire-walking, kami urung menginap di Klaten. Pengalaman baru yang menegangkan tapi yang membuat penasaran: berjalan di atas bara api. Terima kasih Pak Budi, kami telah disehatkan jiwa raga...

Hari Minggu, tanggal 25, kami melanjutkan perjalanan, mengantar Romo Yuni ke Sarangan. Jalanan yang berkelok indah, udara sejuk dan kabut yang sesekali menutup panorama, mewarnai perjalanan kami. Setelah istirahat sejenak di sana, kembali mesin kijang menderu menuju Madiun, misa peringatan 35 tahun tahbisan Diakon Awam Bpk. Wardija dalam konselebrasi 3 orang Romo.


Suhu dingin Domus Mariae yang mencekam sampai ke tulang sumsum tak menghalangi kami saling bercerita, bercengkrama dan sharing sambil makan nasi pecel bersama Romo Yuni sampai pukul 24.00. Dan selagi kami masih terlelap pada pagi berikutnya, Romo Yuni sudah siap mengantar kami jalan-jalan mengelilingi Telaga Sarangan.
Cukup menghangatkan, hingga kami berani mandi...

Jam 09.00, kami turun gunung mengantar Romo Yuni ke Gereja Magetan, dan setelah berputar-putar sedikit karena kesasar, masih dalam pantauan Romo, kami meluncur kembali melewati Sarangan menuju Bandung
.

Kerikil-kerikil tajam dan kubangan kerbau di jalanan Jawa Tengah sempat merobek ban depan kanan di tengah hutan daerah Lumbir. Syukur malaekat-malaekat merasuki orang-orang dusun itu menopang kami hingga mobil kembali sehat kembali sampai Bandung.

Terima kasih Bu Audrey, kami mohon maaf pada detik-detik terakhir menjelang Bandung, kantuk tak tertahankan sehingga Ibu mesti nyetir sendirian. Maafkan kami.

Terima kasih Bapa, Putera dan Roh Kudus serta Bunda-Nya yang manis,

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar